Jumat, 22 Agustus 2008

Cuma Seribu Rupiah

Setiap Jumat, aku menempuh perjalanan ke Salatiga melawati lereng gunung Merbabu yang indah. Berkelok-kelok, naik turun dan membuat capek, tapi terbalas dengan pemandangan yang indah. Itulah sebabnya aku menikmati perjalanan itu.

Rutinitas itu, diikuti dengan rutinitas yang lain, sarapan di warung langganan, di tengah perjalanan. Demikian juga pagi itu. Makan di warung langganan. Begitu selesai, bergegas aku ke Kasir, penginnya duduk lama-lama, tapi perjalanan masih jauh.

“Kembaliannya kurang seribu, Mas, tinggal disini ya? Kan sudah langganan.” Kata Ibu Kasir dan pemilik Warung

“Ha? Kurang?” jawabku

“Iya, gak papa kan Mas, Cuma seribu kok, gak akan jadi miskin dan susah Mas”

“Wooo”

“Gitu yo, Mas, ntar kalu kesini lagi Ibu balikin, kalau gak lupa, kalau lupa ya gak akan jadi miskin buat Mas, gak akan nambah kaya buat Ibu, wong Cuma seribu”

“Iya deh.. makasih Bu” aku berlalu sambil tersenyum

“Sama, hati-hati, Mas”

Segera aku melanjutkan perjalanan. Uang seribu itu tidaklah membebani, toh Cuma seribu, pikirku. Hingga di tengah jalan, Aku melihat anak sekolah berseragam SD lusuh, tanpa alas kaki sedang menangis di tegalan pinggir jalan, sementara seorang ibu nampak bingung dan cemas disampingnya

Iseng, beneran iseng aku hentikan motorku dan bertanya kepada mereka, “ada apa Dik, Bu?”

Keduanya masih bingung, hanya tangis si anak tidak lagi berteriak, tapi sesenggukkan…

Ada apa? Lagian nih jam sekolah kok gak sekolah?”

“Disuruh pulang dulu nyari Simbok, kata si anak dengan sesenggukan”

“Lho, kok disuruh pulang dulu?”

Si Ibu nampak berbisik2 pada si anak, aku malah penasaran. Aku mendekat ke mereka, dengan meloncat dari jalan ke tegalan mereka. Beberapa Ibu-Ibu yang lagi bekerja dilahan itu juga menghentikan pekerjaannya, mereka berdiri menatap kami meski dari jarak sedikit jauh, hanya ibu yang paling tua yang kelihatan mendekat.

“Gini lho, Mas, anak ini memang nakal, sampai nyari Simboknya ke tempat buruh, bikin Aku malu sama teman2 sesama buruh dan sama yang saya buruhi juga”. Kata Ibu itu

Si anak nampak menghentak tidak senang dikatakan nakal. Aku bertanya ke anak itu

“Disuruh pulang siapa tadi dari sekolah?”

“Bu guru..disuruh nyari Simbok”

“Lho, emang kamu nakal ya?”

“Ibu guru marah karena saya belum membayar”

Ibunya nampak menatap si anak sambil bergumam. Tidak senang rupanya

“SPP? Lha kan bisa di bayar bulan depan?”

“Bukan SPP, tapi uang keterampilan?”

“Uang keterampilan?”

“Di sekolah kami diajari membuat ketrampilan dari kertas2, untuk membeli kertasnya disuruh iuaran dua ribu lima ratus.”

“Terus?”

“Hari ini terakhir membayar, padahal Bapak baru pulang besuk dari kerja bangunan di Jogja. Jadi aku belum mbayar, Bu Guru marah, karena aku keseringan terlambat mbayar apapun jugadi sekolah”

“Oww emang belum mbayar sama sekali?”

“Simbok hanya ngasih seribu limaratus”

“Iya Mas, itu duit yang tersisa tadi pagi, sudah aku kasihkan ke dia, Aku pikir Bu Guru mau mengrti, seperti biasanya. Namun hari ini tidak, disuruh pulang, ambil duit dulu.. Lha aku lagi buruh, suami baru pulang besuk, aku yo bayaran ntar sore, setelah pekerjaan selesai, ini benar2 lagi gak bawa duit sepeserpun… teman2 buruh juga sama” akhirnya Ibunya mau terbuka juga

Segera aku raba saku jaketku, masih ada kembalin bensin tapi pagi, lima ribu rupiah, aku serahkan ke anak itu. Aku segera mohon diri ke mereka. Ibu dan anak berteriak terimakasih.

Kejadian itu selalu berdengung diingatan. Cuma seribu rupiah. Beberapa menit sebelumnya dengan tertawa pemilik warung makan mengatakan Cuma seribu rupiah, tidak akan menjadi miskin dan kaya hanya dengan seribu rupiah. Sekarang Anak kecil dengan baju seragam lusuh tanpa alas kaki harus dipulangakan dari sekolah oleh gurunya hanya karena belum mbayar seribu rupiah. Seorang ibu juga cemas karena tidak dapat memulusakn permintaan anaknya, uang seribu rupiah. Di sekolah sana seorang Guru tega memulangkan muridnya hanya karena seribu rupiah, itupun duit ketrampilan, bukan duit pembayaran utama sekolah.

Hanya seribu rupiah…

4 komentar:

LiLiN mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Anonim mengatakan...

selalu ada parameter yang berbeda untuk setiap nilai :)

triwied mengatakan...

dan selalu ada nilai dari setiap parameter :p

Rico Hermanto mengatakan...

Wah bagus ceritanya..
mungkin uang seribu itu tak berarti buat kita..
tapi mungkin akan sangat berarti untuk orang lain.. ^^