Setiap pulang kerja, saya harus menempuh perempatan
yang selalu macet. Gak separah jakarta, namun cukup membuat ekstra waspada
mengingat padatnya kendaraan yang lewat. Pada suatu saat, sebuah kejadian yang
membuat saya belajar, dalam perjalan pulang kerja di perempatan tersebut.
Beberapa meter di depan saya, seorang ibu nampak
gugup mengendalikan motornya, kemudian oleng ke kiri menbarak mobil di sebelah
kiri. Semakin panik, motornya sempat berhenti sesaat kemudian malah menabrak
mobil lagi yang ada di lajur kanannya, sebelum kemudian berhenti karena
ditolong pengendara motor lainnya, yang ada disekitarnya.
Menarik adalah reaksi dari dua pengendara mobil
yang tertabrak. Yang satu, spontan berteriak marah, bahkan terus ngomel
sampai keadaan sudah tenang dan teratasi. Sementara yang satu lagi, malah
secara cekatan keluar dan membantu ibu pengendara motor yang panic tersebut.
Sekilas ini seperti biasa saja. Namun, ini menunjukkan
bahwa keadaan luar bukanlah satu alasan terhadap sikap yang seharusnya
dilakukan. Ternyata, kita punya pilihan untuk bereaksi terhadap keadaan yang
menimpa kita. dengen mendapati kejadian yang sama, yang satu memilih marah dan
memaki, satunya memilih menolong, dari sebab yang sama pilihan tindakannya
menjadi berbeda. Ini menunjukkan bahwa diri kitalah yang menentukan tindakan
apa yang akan dilakukan terhadap keadaan, bukan keadaan yang mengendalikan
tindakan kita.
Selama ini
mungkin secara tak sadar, kita telah membiasakan bahwa reaksi yang kita lakukan
terhadap keadaan yang menimpa kita itu seperti otomatis. Ketika dimaki, kita
seperti diwajarkan untuk membalas memaki, sementara kita menjadi lupa bahwa ada
pilihan untuk menghindari, menjauhi, diam, membalas pada saat yang tepat, atau
tindakan yang lain.
Ada begitu banyak pilihan tindakan dari
keadaan yang menimpa kita, kalau kita mau. Pelajaran dari kejadian sepulang
kerja.