Sering kita mengatakan bahwa percuma saja beramal jika tidak ikhlas. Sekilas pernyataan ini serasa bijak sekali, untuk menekankan pentingnya ikhlas dalam beramal. Pernyataan ini sekaligus juga memberi penghakiman, yaitu merendahkan tindakan beramal yang tidak didasari dengan ikhlas.
Jika mau meneliti lebih dalam lagi, pernyataan ini kadang merupakan satu cara untuk membenarkan tindakan tidak beramal karena belum ikhlas, sehingga lebih baik tidak beramal dari pada beramal tidak ikhlas.
Pandangan ini begitu kuat dalam masyarakat, bahwa adalah lebih baik tidak beramal daripada tidak ikhlas. Kadang pernyataan ini menjadi menggelikan, karena kita-kita yang berpandangan demikian juga masih mengharap surga untuk tindakan baik kita. Mungkin kita masih terlalu sulit memahami, bahwa mengaharap surga dari kebaikan kita adalah bagian dari keserakahan kita, sementara keserakahan adalah ciri utama dari ketidak-ikhlasan. Kita naïf dalam hal ini, lantang mengatakan pentingnya ikhlas dalam beramal, sekaligus mengharap surga.
Jika ikhlas adalah syarat dari amal kita, maka kita harus menunggu untuk bersih dari keserakahan kita terlebih dahulu dalam beramal. Artinya, kita harus menunggu menjadi orang suci untuk dapat mengatakan amal kita smepurna. Bisa jadi jika ini yang dipahami, maka kita tidak akan pernah beramal.
Ada baiknya kita melihat amalan dengan cara pandang lain. Amal, adalah satu latihan untuk menuju ke kondisi ikhlas. Ikhlas harus dipahami sebagi satu kondisi spiritual. Dengan demikian Ikhlas harus dilihat sebagai hasil dari latihan diri, satu proses pencapaian “batin” tertentu.
Dengan demikian, maka kita tidak lagi mempermasalahkan keikhlasan kita masing-masing, dalam beramal. Seandainya kita menyadari bahwa amalan kita dilakukan dengan pamrih, termasuk pamrih surga, kita tidak harus melihatnya sebagai perbuatan sia-sia. Kita harus melihatnya sebagai satu latihan untuk menjadikan diri kita menjadi ikhlas.
Perlu untuk menjadi bahan renungan kita, bahwa beramal, ikhlas atau tidak tidak, tetap merupakan perbuatan baik. Namanya perbuatan baik tentu akan berakibat baik, meski kita bisa saja memperdebatkan ikhlas atau tidak. Terus, dengan menyadari ketidakikhlasan itulah, kita bisa belajar untuk menjadi ikhlas. Karena ikhlas adalah urusan rasa spiritual yang harus dialami dengan pengalaman pribadi.
Jadi, masihkah akan menunggu ikhlas untuk beramal? Mesthinya kita terus beramal karena dengan beramal kita akan belajar dan menuju proses menjadi pribadi yang ikhlas.
*terimakasih kepada para senior yang menegur banyak hal tentang ini